Carbon Nanotube (CNT) merupakan ‘anggota’ baru pada keluarga polimorf karbon.
Sejak ditemukan pertama kali oleh Sumio Ijima pada tahun 1991, penelitiannya berkembang
pesat. Hal ini terbukti dengan keberadaan publikasi yang mencapai 7 paper perhari [1]. Sifat
CNT yang ‘super’ dianggap menjadi salah satu pemicu pesatnya perkembangan penelitian
material ini. CNT memiliki karakter metalik, semikonduktor dan superkonduktor untuk
transpor elektron. Selain itu, material ini juga diketahui memiliki modulus elastisitas terbesar
dibandingkan material yang pernah ditemukan [2]. Struktur CNT dikarakterisasi berasal dari
sheet graphene yang digulung membentuk tabung Single-walled nanotube (SWNT). Bila dua
atau lebih tabung konsentris digabungkan, akan diperoleh MWNT (Multi-walled nanotube).
Penelitian terkait nanotube yang terus berkembang pesat ini, juga diikuti oleh
perkembangan metode sintesisnya. Goal dari dikembangankannya metode ini yaitu untuk
mendapatkan material dengan yield tinggi, tekanan dan suhu rendah, dan feasibility untuk
diproduksi massal. Nanotube pertama kali disintesis dengan teknik Arc-discharge. Pada
metode ini, digunakan dua elektrode grafit dengan kemurnian tinggi yang dialiri dengan gas
bertekanan rendah. Selain itu, dikenal juga teknik Chemical Vapor Deposition (CVD) dan
Laser ablation. Akan tetapi metode tersebut memiliki kelemahan yaitu (1) Sensitif untuk
prekursor karbon tertentu dengan kemurnian tinggi (2) Memerlukan suhu yang tinggi
(berkisar 1000-1500 °C) dan (3) Penambahan promoters dan keberadaan hidrogen selama
reaksi [3].
Teknik ultrasonik memiliki peluang untuk menjadi metode terdepan pada sintesis
nanotube. Metode ini memiliki kelebihan dibandingkan metode tradisional lain yaitu dapat
dilakukan pada suhu dan tekanan atmosfer, bahkan tanpa menggunakan katalis. Selain itu,
teknik ini juga diketahui dapat merubah morfologi pre-synthesized karbon secara dramatis.
Morfologi grafit yang terdispersi dalam etanol berubah menjadi nanoscroll dengan efisiensi
mencapai 80%. Kecenderungan ini dikarenakan panjang gelombang ultrasonik jauh lebih
besar dari dimensi molekuler. Hal ini menyebabkan tidak ada interaksi langsung antara
frekuensi ultasonik dengan senyawa kimia. Saat prekursor diradiasi dengan ultrasonik akan
menyebabkan terbentuknya gelembung dan menyebabkan gelembung tersebut terus bergetar
(nukleasi). Gelembung ini kemudian mengakumulasi energi ultrasonik dan membesar hingga
ukuran tertentu (fase pertumbuhan). Pada kondisi tertentu, gelembung ini akan pecah
melepaskan sejumlah energi dalam waktu yang singkat (Kecepatan pemanasan dan pendinginan > 10^10 K s-1). Letusan gelembung ini juga terdelokalisasi dalam jarak yang
sangat dekat dengan suhu mendekati 5000 °K dan tekanan mendekati 1 Kilobar [4].
[1] P. J. F. Harris: ‘Carbon nanotubes and related structures – new materials for the twenty-first century’; 1999,
Cambridge,Cambridge University Press.
[2] J. J. Davis, K. Coleman, B. Azamian, C. Bagshaw, M. L. Green, Chem. Eur. J. 2003, 9, 3732
[3] Lio, Xiaolei. 2006. Synthesis, Devices and Application of Carbon Nanotubes. Dissertation of Electrical
Engineering University of Southern California.
[4]
0 komentar:
Posting Komentar