Tampilkan postingan dengan label Ilmu Nanoteknologi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ilmu Nanoteknologi. Tampilkan semua postingan

Jumat, 02 November 2012

Nanoteknologi Indonesia, Sekarang dan Masa Depan


Nanoteknologi Indonesia, Sekarang dan Masa Depan
          Nanoteknologi, mungkin masih terasa asing di telinga kita. Tapi, disadari atau tidak, produknya mulai merambah Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari beberapa iklan di Televisi, yang mulai menggunakan kata ‘Nano’ di label Produknya. Salah satunya,  pelumas dengan ukuran Nano dengan daya jelajah ekstra untuk meningkatkan performa mesin dan waktu pemanasan mesin yang cepat pada suhu ekstrim.
          Nanoteknologi merupakan teknologi yang menggunakan material berukuran dalam orde nanometer (10-9 meter). Material tersebut kemudian direkayasa hingga akhirnya memiliki sifat yang jauh berbeda dibandingkan material aslinya. Nanoteknologi memungkinkan kita menggunakan bahan dengan jumlah sedikit dengan performa yang luar biasa. Dengan ini, jelas kita dapat menghemat bahan dan optimalisasi fungsi material terkait.
Indonesia memiliki kekayaan alam yang berlimpah. Selain itu, material mentah Indonesia juga sangat beragam. Nanoteknologi yang dapat diaplikasikan di berbagai bidang, saat ini menjadi Tools bagi negara berkembang, yang notabene negara hijau, untuk mengejar ketertinggalan teknologi dari negara maju. Produk Nanoteknologi dapat ditemui pada bahan pangan, kosmetik, peralatan listrik, energi dan lain-lain.
Berhubung Indonesia sangat kaya dengan berbagai material, teknologi penghalusan materi menjadi seukuran nano ini harus dikuasai, ia mencontohkan pasir besi yang harganya hanya Rp250 per kg akan melonjak menjadi Rp1 juta per kg jika dijual dalam ukuran nano.
Perhatian pemerintah Indonesia yang bekerja sama dengan lembaga riset terkait bahkan menargetkan pembangunan Industri Nano Tahun 2013. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri mengatakan ‘Saat ini 12 perusahaan yang tergabung dalam Asosiasi mikro dan nano teknologi Indonesia  siap untuk mengunakan hasil dari R&D gabungan
Mata dunia dan Indonesia telah mengarah pada Nanoteknologi. Kontribusi berbagai pihak seperti Pemerintah, peneliti dan MAHASISWA sangat penting untuk pembangunan Indonesia. Hingga kelak, Indonesia tidak akan lagi dikenal dengan bangsa pengimpor tenaga kasar, melainkan negara DIGJAYA dengan SDM yang mandiri.

Oleh: Masudi, Mahasiswa S1 Kimia ITS

Minggu, 23 September 2012

NANOTEKNOLOGI DAN ENERGI

KARNA WIJAYA,
Manajer Biofuel, Katalis dan Energi Hidrogen
dan Mineral, PSE-UGM

Nanoteknologi

Dewasa ini salah satu pendekatan yang sedang dikembangkan para ahli terkait dengan pengembangan energi adalah nanoteknologi. Nanoteknologi  merupakan ilmu dan rekayasa dalam penciptaan material, struktur fungsional, maupun piranti dalam sekala nanometer. Definisi lain mengatakan bahwa nanoteknologi adalah pemahaman dan kontrol materi pada dimensi 1 sd 100 nm dimana fenomena-fenomena unik yang timbul dapat digunakan untuk aplikasi-aplikasi baru. Nanoteknologi memiliki wilayah dan dampak aplikasi yang luas mulai dari bidang material maju, transportasi, ruang angkasa,  kedokteran, lingkungan, IT sampai energi (tabel 1).
Tabel 1. Beberapa wilayah aplikasi nanoteknologi
  
Nanomaterial Sebagai Produk Nanoteknologi
Dikalangan para ahli material definisi nanomaterial sampai saat ini masih belum ada  kesepakatan, namun terminologi nanomaterial sendiri sering dikaitkan dengan material yang memiliki struktur berdimensi  1-100 nm serta sifat-sifat yang berbeda secara tipikal dengan molekul atau material dalam keadaan meruahnya. Nanomaterial telah diinvestigasi lebih dari satu dekade secara multidisiplin dan interdisiplin melaui  berbagai pendekatan nanoteknologi (Chow,et.al, 1996). Ilmu kimia, khususnya kimia material, sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan sintesis material juga telah berperan dan memberi kontribusi signifikan terhadap kemajuan terkini, terutama dalam kontrol dan pemberian sifat-sifat unik nanomaterial.
Kebanyakan riset nanomaterial dewasa ini memfokuskan pada desain struktur, beberapa struktur nanomaterial, khususnya nanomaterial berbasis ikatan lemah dan sistem organik (nanosupramolecular materials), dirancang melalui pendekatan crystal engineering (nanoteknologi) dimana ikatan lemah dan komplementaritasnya, rekognisi molekul, self-assembly, preorganisasi serta replikasi mandiri memainkan peranan yang penting. Sebagai akibatnya, praktek nanomaterial cenderung menjadi suatu aktifitas interdsipliner  yang memerlukan penguasaan prosedur riset kimia, fisika, biologi, matematika dan rekayasa yang memadai. Dengan rekayasa kristal berbagai jenis material dengan dimensi nano telah berhasil disintesis, diidentifikasi sifat-sifatnya dan telah diterapakan dalam industri, bidang kedokteran, farmasi, pertanian dan sebagainya (Chow,et,al.,1996; Lehn, 1995).
Beberapa nanomaterial (nanolayered dan nanoporous material) yang secara intensif dipelajari di Pusat Studi Energi, Universitas Gadjah Mada adalahzeolite, hidrotalsit  dan clay. Clay atau sering juga disebut nanoclay, merupakan senyawa aluminosilikat berarsitektur lapis dengan kation-kation antarlapis yang  umumnya dapat dipertukarkan. Bentonit merupakan istilah perdagangan untuk sejenis clay yang mengandung montmorilonit (smektit) lebih dari 85%. Jenis clay ini ditemukan hampir diseluruh wilayah Indonesia dengan deposit tinggi. Fragmen sisa umumnya merupakan campuran dari mineral kuarsa atau kristobalit, feldspar, kalsit, gypsum, kaolinit, plagioklas, illit dan sebagainya. Secara struktural, montmorilonit memiliki struktur tiga lapis dengan lapisan oktahedral alumina sebagai pusat, tertumpuk di antara dua lapisan tetrahedral silica. Komposisi montmorilonit di dalam suatu bentonit berbeda-beda tergantung pada proses pembentukannya di alam dan asal daerah bentonit itu. Sifat-sifat umum dari bentonit antara lain: Berwarna dasar putih dengan sedikit kecoklatan atau kemerahan atau kehijauan, tergantung pada jumlah dan jenis fragmen-fragmen mineralnya, memiliki sifat fisik sangat lunak, ringan, mudah pecah, berasa seperti sabun, mudah menyerap air dan melakukan pertukaran. Berdasarkan komposisi kation-kation di dalam antar lapis bentonit yang mempengaruhi sifat mengembangnya, bentonit diklasifikasikan atas dua golongan besar yaitu:Natrium-bentonit (swelling bentonite). Bentonit jenis ini mengandung  ion Na+ yang relatif lebih banyak dibandingkan ion Ca2+ dan Mg2+ dan mempunyai sifat mengembang bila terkena air, sehingga dalam suspensinya menambah kekentalan. Bentonit ini sering disebut sebagai bentonit Wyoming. Kalsium-bentonit (non-swelling bentonite).Bentonit jenis ini mengandung ion Ca2+ dan Mg2+ yang relatif lebih banyak dibandingkan ion Na+ dan sedikit menyerap air. Bila didispersikan ke dalam air bentonit ini akan cepat mengendap. Montmorilonit memiliki kombinasi sifat pertukaran ion, interkalasi dan kemampuan dapat mengembang. Kapasitasnya sebagai penukar ion adalah dasar dari sifat interkalasi dan kemampuan mengembangnya. Berdasarkan kemampuan mineral untuk berinteraksi dengan bermacam-macam kation dan molekul netral, maka hampir semua proses interkalasi mungkin dapat terjadi. Sifat terpenting dari montmorilonit dalam desain sebagai adsorben dan katalis adalah kemampuannya untuk mengembang, yang dipengaruhi oleh sifat agen pengembang, kation penukar, muatan lapisan dan lokasi muatan lapisan. Montmorilonit juga dapat mengadsorpsi senyawa organik polar atau yang bersifat ionik di antara lapisannya. Adsorpsi senyawa organik membentuk material organik-anorganik dari montmorilonit. Basal spacing dari material ini tergantung pada ukuran dan kerapatan molekul organic (Figueras, 1988, Wijaya, 1993).
Seperti juga clay, zeolit merupakan mineral yang kelimpahanya tinggi dan tersebar luas di Indonesia. Mineral ini ditemukan lebih dari 200 tahun yang lalu oleh Cronstedt di dalam bebatuan yang digunakan sebagai bahan bangunan. Spesies baru ini adalah suatu aluminosilikat kristalin berpori yang kemudian diberi nama zeolite atau batu yang dapat mendidih. Mordenit merupakan salah satu anggota group zeolit yang penyebarannya di alam cukup banyak. Mordenit termasuk kelompok zeolit mikropori dengan struktur kristal orthorombik dengan kanal-kanal atau saluran-saluran terbuka yang memungkinkan air dan ion-ion berukuran besar keluar dan masuk saluran-saluran tersebut.  Ukuran saluran-saluran tersebut beragam sehingga mordenit dapat berfungsi sebagai penyaring molecular dan adsorben. Selain mordenit, klinoptilolit merupakan anggota group zeolit yang juga  banyak dijumpai di alam Klinoptilolit merupakan krsital monoklinik,dengan tingkat kekerasan 3,5 sampai 4 serta  memiliki resistensi panas yang tinggi (Hamdan, 1992).
  Gambar 1. Nanomaterial, dari kiri ke kanan : smektit dan zeolit

Aplikasi Nanoteknologi Di Bidang  Energi
Seperti telah dipaparkan di atas material bersekala nano (nanomaterial) merupakan material yang sangat atraktif karena mereka memiliki  sifat-sifat yang sangat berbeda jika dibandingkan dengan apa yang mereka perlihatkan pada skala makroskopisnya. Sebagai contoh logam platina meruah yang dikenal sebagai material inert dapat  berubah menjadi material katalitik, bila ukurannya diperkecil sehingga mencapai skala nano dan material stabil seperti aluminium dapat berubah menjadi mudah terbakar (combustible). Pendekatan nanoteknologi di bidang energi diprediksi dapat merevolusi teknologi energi secara signifikan.

Sumber : http://pse.ugm.ac.id



Rabu, 12 September 2012

Nanoteknologi, Harapan baru

Para pendekar iptek kembali meramalkan bahwa dalam periode yang sangat singkat-dengan hitungan beberapa tahun ke depan-diyakini akan terjadi revolusi industri kelima yang berdampak luar biasa sebagaimana empat revolusi industri yang terjadi dua abad silam.

Kalangan ilmuwan brilian itu seakan-akan ber-hujjah bahwa revolusi kelima segera tercetus dari rahim nanoteknologi yang baru solid terbentuk pada awal milenium kedua.

"Nanoteknologi diyakini sebagai sebuah konsep teknologi yang akan melahirkan revolusi industri baru di abad ke-21. Beberapa cabang ilmu terapan dan medis mengadopsi nanoteknologi dan nanosains menjadi fondasi utamanya," kata Nurul Taufiqu Rochman Ketua Masyarakat Nanoteknologi Indonesia (MNI), kepada Bisnis.

Nanosains adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari fenomena atau sifat-sifat suatu objek atau material dalam skala nanometer (1 nm = 1/1.000 �m = 1/1.000.000 mm = 1/ 1.000.000.000 m). Bisa dipahami bahwa 1 per 1.000.000.000 meter adalah sebuah ukuran yang sangat kecil.

Mula-mula, tubuh kita berada di dunia berskala meter (m). Kemudian, bagian tubuh manusia yang berskala 1 per 1000 atau milimeter (mm) adalah tahi lalat. Selanjutnya, yang berskala 1 per 1000 dari itu atau mikrometer (�m) adalah diameter rambut, sel tubuh atau sel darah merah.

Nanometer (nm) adalah besaran 1 per 1000 dari �m, seperti lebar DNA (deoxyribonucleic acid) yang skalanya berkisar 2 nm. Apabila nanometer dibagi lagi menjadi 1 persepuluhnya, akan sampai pada besaran atom (0.1 nm=1� (Angstrom)).

Perbandingan antara 1 meter dengan 1 nanometer adalah seperti halnya perbandingan antara bola bumi dengan bola pingpong. "Dari kenyataan ini, dapat dikatakan manusia secara perlahan-lahan tengah mendapatkan teknologi yang sulit dibayangkan," terang Nurul. Sebagai contoh, perkembangan nanoteknologi dalam dunia komputer telah mengubah tidak hanya ukuran komputer semakin ringkas, namun juga peningkatan kemampuan dan kapasitas yang luar biasa, sehingga memungkinkan penyelesaian program-program raksasa dalam waktu singkat.

Adapun nanobaja mampu menghasilkan baja yang berstruktur halus (mencapai beberapa puluh nm) dan memiliki kekuatan dan umur 2 kali lipat. Teknologi nanobaja, lanjut Nurul, sangat sederhana dan tidak memerlukan peralatan tertentu untuk pembuatannya.

"Ke depan, industri yang tidak menerapkan nanoteknologi tidak akan mampu ikut dalam persaingan global," timpal Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Depperin Dedi Mulyadi.

Oleh karenanya, berbagai negara di dunia, terutama negara-negara maju, berusaha keras melakukan berbagai strategi penguasaan dan pengembangan nanoteknologi. Strategi pengembangan nanoteknologi pada masing-masing negara tersebut, kata Dedi, umumnya mengacu pada kompetensi negaranya.

Di Indonesia

Pengembangan nanoteknologi di Indonesia boleh dikatakan masih sangat prematur. Kondisi ini, kata Dedi, tidak jauh berbeda dengan negara-negara Asean lainnya.

Kendati demikian, kegagalan dalam mengembangkan produk berbasis nanoteknologi pada lima tahun ke depan, berpotensi menyebabkan pasar domestik hanya menjadi pasar bagi produk nanoteknologi impor sehingga Indonesia diperkirakan kehilangan nilai tambah sekitar Rp10 triliun per tahun.

Berdasarkan perkiraan MNI, Indonesia membutuhkan dana sedikitnya Rp4 triliun dalam 10 tahun mendatang untuk memacu pengembangan riset nanoteknologi guna memperbaiki struktur daya saing produk manufaktur nasional di kancah global.

Indonesia, timpal Nurul, memiliki keunggulan komparatif berupa kekayaan sumber daya alam misalkan mineral pasir besi, kuarsa, tembaga, emas yang dapat digunakan sebagai basis teknologi nanomaterial.

Oleh karena itu, pengembangan nanoteknologi harus diarahkan untuk mengelolah dan memberikan nilai tambah secara signifikan bagi sumber daya alam Indonesia guna meningkatkan daya saing bangsa. (yusuf.waluyo@bisnis.co.id)- 16 September 2008

sumber : http://aa-nanoteknologi.blogspot.com/2009/09/nanoteknologi-harapan-baru-pacu-daya.html

Sabtu, 01 September 2012

Carbon Nanotube- Potensi Metode Sintesis Baru

Carbon Nanotube (CNT) merupakan ‘anggota’ baru pada keluarga polimorf karbon.
Sejak ditemukan pertama kali oleh Sumio Ijima pada tahun 1991, penelitiannya berkembang
pesat. Hal ini terbukti dengan keberadaan publikasi yang mencapai 7 paper perhari [1]. Sifat
CNT yang ‘super’ dianggap menjadi salah satu pemicu pesatnya perkembangan penelitian
material ini. CNT memiliki karakter metalik, semikonduktor dan superkonduktor untuk
transpor elektron. Selain itu, material ini juga diketahui memiliki modulus elastisitas terbesar
dibandingkan material yang pernah ditemukan [2].  Struktur CNT dikarakterisasi berasal dari
sheet graphene yang digulung membentuk tabung Single-walled nanotube (SWNT). Bila dua
atau lebih tabung konsentris digabungkan, akan diperoleh MWNT (Multi-walled nanotube). 
Penelitian terkait nanotube yang terus berkembang pesat ini, juga diikuti oleh
perkembangan metode sintesisnya. Goal dari dikembangankannya metode ini yaitu untuk
mendapatkan material  dengan  yield  tinggi, tekanan dan suhu rendah, dan  feasibility  untuk
diproduksi massal. Nanotube pertama kali disintesis dengan teknik  Arc-discharge. Pada
metode ini, digunakan dua elektrode grafit dengan kemurnian tinggi yang dialiri dengan gas
bertekanan rendah. Selain itu,  dikenal  juga  teknik Chemical Vapor Deposition  (CVD) dan
Laser ablation. Akan tetapi metode tersebut memiliki kelemahan yaitu (1) Sensitif untuk
prekursor karbon tertentu dengan kemurnian tinggi (2) Memerlukan suhu yang tinggi
(berkisar 1000-1500 °C)    dan  (3) Penambahan  promoters  dan keberadaan hidrogen  selama
reaksi [3].

Teknik  ultrasonik  memiliki peluang untuk menjadi metode terdepan pada sintesis
nanotube. Metode ini memiliki kelebihan dibandingkan metode tradisional lain  yaitu dapat
dilakukan  pada suhu dan tekanan atmosfer, bahkan tanpa menggunakan katalis. Selain itu,
teknik ini juga diketahui dapat merubah morfologi  pre-synthesized  karbon secara dramatis.
Morfologi grafit yang terdispersi dalam etanol berubah menjadi nanoscroll dengan efisiensi
mencapai 80%.  Kecenderungan ini dikarenakan panjang gelombang ultrasonik  jauh lebih
besar dari dimensi molekuler. Hal ini menyebabkan tidak ada  interaksi langsung antara
frekuensi ultasonik dengan senyawa kimia. Saat prekursor diradiasi dengan ultrasonik akan
menyebabkan terbentuknya gelembung dan menyebabkan gelembung tersebut terus bergetar
(nukleasi). Gelembung ini kemudian mengakumulasi energi ultrasonik dan membesar hingga
ukuran tertentu (fase pertumbuhan). Pada kondisi tertentu, gelembung ini akan pecah
melepaskan sejumlah energi dalam waktu yang singkat (Kecepatan pemanasan dan pendinginan > 10^10 K s-1). Letusan gelembung ini juga  terdelokalisasi dalam jarak yang
sangat dekat dengan suhu mendekati 5000 °K dan tekanan mendekati 1 Kilobar [4].

[1] P. J. F. Harris: ‘Carbon nanotubes and related structures – new materials for the twenty-first century’; 1999,
Cambridge,Cambridge University Press.
[2] J. J. Davis, K. Coleman, B. Azamian, C. Bagshaw, M. L. Green, Chem. Eur. J. 2003, 9, 3732
[3] Lio, Xiaolei. 2006. Synthesis, Devices and Application of Carbon Nanotubes. Dissertation of  Electrical
Engineering University of Southern California. 
[4]    

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Justin Bieber, Gold Price in India