Minggu, 23 September 2012

NANOTEKNOLOGI DAN ENERGI

KARNA WIJAYA,
Manajer Biofuel, Katalis dan Energi Hidrogen
dan Mineral, PSE-UGM

Nanoteknologi

Dewasa ini salah satu pendekatan yang sedang dikembangkan para ahli terkait dengan pengembangan energi adalah nanoteknologi. Nanoteknologi  merupakan ilmu dan rekayasa dalam penciptaan material, struktur fungsional, maupun piranti dalam sekala nanometer. Definisi lain mengatakan bahwa nanoteknologi adalah pemahaman dan kontrol materi pada dimensi 1 sd 100 nm dimana fenomena-fenomena unik yang timbul dapat digunakan untuk aplikasi-aplikasi baru. Nanoteknologi memiliki wilayah dan dampak aplikasi yang luas mulai dari bidang material maju, transportasi, ruang angkasa,  kedokteran, lingkungan, IT sampai energi (tabel 1).
Tabel 1. Beberapa wilayah aplikasi nanoteknologi
  
Nanomaterial Sebagai Produk Nanoteknologi
Dikalangan para ahli material definisi nanomaterial sampai saat ini masih belum ada  kesepakatan, namun terminologi nanomaterial sendiri sering dikaitkan dengan material yang memiliki struktur berdimensi  1-100 nm serta sifat-sifat yang berbeda secara tipikal dengan molekul atau material dalam keadaan meruahnya. Nanomaterial telah diinvestigasi lebih dari satu dekade secara multidisiplin dan interdisiplin melaui  berbagai pendekatan nanoteknologi (Chow,et.al, 1996). Ilmu kimia, khususnya kimia material, sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan sintesis material juga telah berperan dan memberi kontribusi signifikan terhadap kemajuan terkini, terutama dalam kontrol dan pemberian sifat-sifat unik nanomaterial.
Kebanyakan riset nanomaterial dewasa ini memfokuskan pada desain struktur, beberapa struktur nanomaterial, khususnya nanomaterial berbasis ikatan lemah dan sistem organik (nanosupramolecular materials), dirancang melalui pendekatan crystal engineering (nanoteknologi) dimana ikatan lemah dan komplementaritasnya, rekognisi molekul, self-assembly, preorganisasi serta replikasi mandiri memainkan peranan yang penting. Sebagai akibatnya, praktek nanomaterial cenderung menjadi suatu aktifitas interdsipliner  yang memerlukan penguasaan prosedur riset kimia, fisika, biologi, matematika dan rekayasa yang memadai. Dengan rekayasa kristal berbagai jenis material dengan dimensi nano telah berhasil disintesis, diidentifikasi sifat-sifatnya dan telah diterapakan dalam industri, bidang kedokteran, farmasi, pertanian dan sebagainya (Chow,et,al.,1996; Lehn, 1995).
Beberapa nanomaterial (nanolayered dan nanoporous material) yang secara intensif dipelajari di Pusat Studi Energi, Universitas Gadjah Mada adalahzeolite, hidrotalsit  dan clay. Clay atau sering juga disebut nanoclay, merupakan senyawa aluminosilikat berarsitektur lapis dengan kation-kation antarlapis yang  umumnya dapat dipertukarkan. Bentonit merupakan istilah perdagangan untuk sejenis clay yang mengandung montmorilonit (smektit) lebih dari 85%. Jenis clay ini ditemukan hampir diseluruh wilayah Indonesia dengan deposit tinggi. Fragmen sisa umumnya merupakan campuran dari mineral kuarsa atau kristobalit, feldspar, kalsit, gypsum, kaolinit, plagioklas, illit dan sebagainya. Secara struktural, montmorilonit memiliki struktur tiga lapis dengan lapisan oktahedral alumina sebagai pusat, tertumpuk di antara dua lapisan tetrahedral silica. Komposisi montmorilonit di dalam suatu bentonit berbeda-beda tergantung pada proses pembentukannya di alam dan asal daerah bentonit itu. Sifat-sifat umum dari bentonit antara lain: Berwarna dasar putih dengan sedikit kecoklatan atau kemerahan atau kehijauan, tergantung pada jumlah dan jenis fragmen-fragmen mineralnya, memiliki sifat fisik sangat lunak, ringan, mudah pecah, berasa seperti sabun, mudah menyerap air dan melakukan pertukaran. Berdasarkan komposisi kation-kation di dalam antar lapis bentonit yang mempengaruhi sifat mengembangnya, bentonit diklasifikasikan atas dua golongan besar yaitu:Natrium-bentonit (swelling bentonite). Bentonit jenis ini mengandung  ion Na+ yang relatif lebih banyak dibandingkan ion Ca2+ dan Mg2+ dan mempunyai sifat mengembang bila terkena air, sehingga dalam suspensinya menambah kekentalan. Bentonit ini sering disebut sebagai bentonit Wyoming. Kalsium-bentonit (non-swelling bentonite).Bentonit jenis ini mengandung ion Ca2+ dan Mg2+ yang relatif lebih banyak dibandingkan ion Na+ dan sedikit menyerap air. Bila didispersikan ke dalam air bentonit ini akan cepat mengendap. Montmorilonit memiliki kombinasi sifat pertukaran ion, interkalasi dan kemampuan dapat mengembang. Kapasitasnya sebagai penukar ion adalah dasar dari sifat interkalasi dan kemampuan mengembangnya. Berdasarkan kemampuan mineral untuk berinteraksi dengan bermacam-macam kation dan molekul netral, maka hampir semua proses interkalasi mungkin dapat terjadi. Sifat terpenting dari montmorilonit dalam desain sebagai adsorben dan katalis adalah kemampuannya untuk mengembang, yang dipengaruhi oleh sifat agen pengembang, kation penukar, muatan lapisan dan lokasi muatan lapisan. Montmorilonit juga dapat mengadsorpsi senyawa organik polar atau yang bersifat ionik di antara lapisannya. Adsorpsi senyawa organik membentuk material organik-anorganik dari montmorilonit. Basal spacing dari material ini tergantung pada ukuran dan kerapatan molekul organic (Figueras, 1988, Wijaya, 1993).
Seperti juga clay, zeolit merupakan mineral yang kelimpahanya tinggi dan tersebar luas di Indonesia. Mineral ini ditemukan lebih dari 200 tahun yang lalu oleh Cronstedt di dalam bebatuan yang digunakan sebagai bahan bangunan. Spesies baru ini adalah suatu aluminosilikat kristalin berpori yang kemudian diberi nama zeolite atau batu yang dapat mendidih. Mordenit merupakan salah satu anggota group zeolit yang penyebarannya di alam cukup banyak. Mordenit termasuk kelompok zeolit mikropori dengan struktur kristal orthorombik dengan kanal-kanal atau saluran-saluran terbuka yang memungkinkan air dan ion-ion berukuran besar keluar dan masuk saluran-saluran tersebut.  Ukuran saluran-saluran tersebut beragam sehingga mordenit dapat berfungsi sebagai penyaring molecular dan adsorben. Selain mordenit, klinoptilolit merupakan anggota group zeolit yang juga  banyak dijumpai di alam Klinoptilolit merupakan krsital monoklinik,dengan tingkat kekerasan 3,5 sampai 4 serta  memiliki resistensi panas yang tinggi (Hamdan, 1992).
  Gambar 1. Nanomaterial, dari kiri ke kanan : smektit dan zeolit

Aplikasi Nanoteknologi Di Bidang  Energi
Seperti telah dipaparkan di atas material bersekala nano (nanomaterial) merupakan material yang sangat atraktif karena mereka memiliki  sifat-sifat yang sangat berbeda jika dibandingkan dengan apa yang mereka perlihatkan pada skala makroskopisnya. Sebagai contoh logam platina meruah yang dikenal sebagai material inert dapat  berubah menjadi material katalitik, bila ukurannya diperkecil sehingga mencapai skala nano dan material stabil seperti aluminium dapat berubah menjadi mudah terbakar (combustible). Pendekatan nanoteknologi di bidang energi diprediksi dapat merevolusi teknologi energi secara signifikan.

Sumber : http://pse.ugm.ac.id



0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Justin Bieber, Gold Price in India